Jumat, Mei 23, 2008

Fungsi Akhlak Dalam Kehidupan

Manusia tidak bisa hidup sendiri di atas dunia, satu sama lainnya saling membutuhkan hidup berdampingan secara wajar mulai dari rumah tangga, masyarakat, negara dan bangsa. Banyak kesamaan juga antara manusia, kesamaan keturunan, kesamaan kampung halaman, kesamaan profesi, kesamaan hobby, kesamaan idiologi, kesamaan organisasi, kesamaan etnis suku bangsa dan warna kulit begitu juga sebaliknya banyak perbedaan antara mereka.

Namun kesamaan dan perbedaan itu tidaklah mendapat penekanan dalam hidup bersama karena pada hakekatnya manusia itu bersaudara. Sebagaimana pesan Nabi saw ketika haji wada’: “Wahai seluruh manusia, sesungguhnya tuhan kamu Esa, ayah kamu satu, tiada kelebihan orang arab atas non aran, tidak juga non arab atas orang arab, atau orang (berkulit) hitam atas yang (berkulit) merah, (yakni putih), tidak juga sebaliknya, kecuali dengan takwa. Sesungguhnya semulia-mulia kamu di sisi Allah adalah yang paling bertakwa (HR al-Baihaqi, melalui Jubir ibn Abdillah).[1]

Hadits di atas menjelaskan persamaan manusia di hadapan Allah, tidak ada perbedaan sama sekali, kecuali tingat ketaqwaan mereka. Untuk membuat harmonis hubungan sesame manusia ini perlu diaktualisasikan ajaran akhlak. Akhlak kepada sesame manusia, akhlak kepada Allah, dan akhlak kepada alam sekitarnya. Bagaimana akhlak yang baik ini dapat dijumpai dalam syariat hidup nabi, dan dijelaskan pula oleh al-Qur’an sebagai berikut:

Engkau (Muhammad) yang punya akhlak mulia itu. Sebagaimana yang diperintah Allah dalam al-Qur’an, yang belum disandang oleh siapapun sebelumnya. Padanya pebuh dengan sopan santun, kebaikan, keberanian, penyantunan, cerah, dan lain sebagainya.

Menurut riwayat Ahmad dan Muslim dan Abu Daud dan Nasa’i dari Aisyah: sesungguhnya Aisyah ditanya tentang akhlak nabi, maka dia menjawab: “Akhlak nabi adalah al-Qur’an.” Seperti yang disebut di atas. Dari hadis Nabi yang lain disebutkan tujuan beliau diutus adalah untuk memperbaiki akhlak manusia sebagai berikut: “sesungguhnya aku diutus untuk memperbaiki akhlak”. Dalam rangka kebaikan dunia, agama dan akhirat. Pernyataan yang lain yang disebut oleh Ibn Sam’any dan Ibn Mas’ud: “Allah telah mendidikku dengan sebaik-baik pendidikan”. Hadis shahih yang diriwayatkan Anas bin Malik dalam kitab Bukhari dan Muslim, katanya: Kata Anas: saya bekerja dengan nabi selama 10 tahun, Rasulullah tak pernah mengatakan: “ah” dan tidak pula Rasulullah mengomentari tentang sesuatu yang aku kerjakan dengan pertanyaan “kenapa engkau kerjakan?, atau sesuatu yang tak kukerjakan: “kenapa tak engkau kerjakan?”.[2] Diikhrajkan dari Ahmad dari Aisyah, kata Aisyah: Rasulullah SAW tidak pernah sekalipun menampar pembantunya, isterinya, hanya saja dia berperang fisabilillah. Bila dia ditawari untuk memilih di antara dua masalah, dia akan memilih yang adil, yang lebih mudah, selama pilihan itu tidak berdosa. Apabila pilihan ini berdosa, maka ia jauh darinya. Dia tak marah kecuali kepada orang yang melanggar ketentuan Allah. Maka marahnya karena Allah SWT.[3] Dan barangsiapa di antara kamu sekalian (isteri-isteri Nabi) tetap taat pada Allah dan Rasul-Nya dan mengerjakan amal yang saleh, niscaya Kami memberikan kepadanya pahala dua kali lipat dan Kami sediakan baginya rezki yang mulia.



[1] m. Quraish shihab, Tafsir al Misbah, Pesan Dan Kesan Keserasian Al Qur’an, (Jakarta, Lentera Hati, 2004), vol. 13, h. 261

[2] Wahbah al-Zuhaili, Tafsir Al-Munir, Bayrut, Darul Al Fikr, Al Mua’shir, 1990-1998, jilid 29-30 h. 46-47

[3] ibid.

Tidak ada komentar: