Jumat, Maret 06, 2009

SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM:

Kajian Awal tentang Definisi, Scope dan Kegunaan

Oleh Fauzan



Menurut bahasa, sejarah atau history dalam bahasa Inggris berarti pengalaman masa lampau dari ummat manusia (the past exsperience of mankind); dan tarikh, sirah dalam bahasa Arab berarti ketentuan masa lalu atau waktu. Sejarah adalah sesuatu yang pernah/telah terjadi di masa lampau yang dalam perjalanannya kejadian tersebut direkam, dicatat sehingga rekaman masa lalu sering kali menjadi i’tibar atau cermin bagi generasi sesudahnya. Dalam bahasa Indonesia sendiri, sejarah berarti silsilah, asal usul (keturunan), kejadian, peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lampau. Oleh karena itu, sejarah Islam adalah ilmu yang membahas tentang peristiwa-peristwa yang terjadi dalam masyarakat Islam sejak pertama kali datangnya Islam, atau bahkan sejak menjelang kelahiran Nabi Muhammad, sampai masa kini. Berbeda dengan ilmu-ilmu agama Islam yang sudah disebutkan di atas, ilmu ini sebenarnya bukan merupakan substansi dari ilmu agama itu sendiri, melainkan catatan cerita dan analisa terhadap peristiwa yang terjadi dalam masyarakat Islam, termasuk bagaimana ajaran agama itu difahami, dikembangkan dan dipraktekkan dalam dunia realitas. Pada masa kenabian, ilmu ini termasuk substansi dari ilmu agama; demikian pula, peristiwa-peristiwa pada masa itu yang diabadikan oleh al-Quran. Bagi Abuddin Nata, kedua pengertian tersebut masih terkesan pada penekanan persoalan materi yang disampaikan, padahal menurutnya sejarah juga harus dilihat secara komprehenship, peristiwa sejarah harus dilihat siapa yang melakukan (who), apa yang ditinggalkan (what), di mana (where), kapan (when), dan apa yang melatarbelakngi lahirnya suatu peritiwa (why). Artinya, suatu peristiwa atau kejadian dalam konteks sejarah harus betul-betul dianalisa secara mendalam siapa, apa, di mana, dan kenapa suatu kejadian sampai terjadi, sehingga peristiwa sejarah tidak lagi hanya diketahui dari sisi waktu namun lebih jauh dari itu semua, sejarah juga bias dibuktikan nilai kebenarannya.
Sementara itu Sayid Qutub mengatakan bahwa sejarah bukanlah peristiwa, melainkan penafsiran terhadap peristiwa-peristiwa dan pengertian mengenai hubungan-hubungan nyata dan tidak nyata, yang menjalin seluruh bagian serta memberinya dinamisme dalam waktu dan tempat. Namun realitasnya, sejarah adalah science conjectural atau pengetahuan dugaan. Kebenaran sejarah tidak seperti kebenaran ilmu pengetahuan yang lain, yang bisa dibuktikan dengan eksperimental. Sejarah lebih banyak bersifat subyektif yang dipengaruhi oleh jiwa sang penulis, sementara matematika, fisika, dan ilmu pengetahuan eksak lainnya bersifat mutlak dan pasti kebenarannya. Pendapat itulah yang kemudian melatarbelakangi perbedaan sisi pandang dalam memotret kejadian masa lampau (sejarah). Kejadian masa lalu hanya dapat dibuktikan dengan manuskrip-manuskrip, lembaran-lembaran tulisan, prasasti, relive, maupun senjata peninggalan dari pelaku sejarah. Sehingga timbul banyak interpretasi subyektif dalam menanggapi berbagai bukti sejarah tersebut. Terlepas dari persoalan tersebut, upaya penelusuran sejarah merupakan sesuatu yang harus diketahui dan dikaji secara objektif, cermat, mendalam, dan komprehenship dengan tidak berpihak kepada pendapat satu pendapat.
Merujuk pada pengertian di atas, maka Sejarah Pendidikan Islam berarti kejadian, peristiwa, atau keterangan tentang pendidikan Islam secara utuh, --menyangkut sisi kurikulum, metode pembelajaran, lembaga pendidikan, konsep atau ide, dan tokoh pendidikan Islam-- sejak pertama kali Islam disampaikan Nabi Muhammad Saw hingga sekarang ini. Para ahli sepakat bahwa sejarah pendidikan Islam sesungguhnya identik dengan sejarah Islam itu sendiri, karena di dalam unsure sejarah Islam sendiri lebih banyak bertitik tolak pada persoalan pendidikan.
Ada beberapa pendapat tentang klasifikasi sejarah pendidikan Islam. Harun Nasution misalnya, membagi periode sejarah menjadi tiga bagian, yaitu 1) periode klasik (650-1250 M), 2) periode pertengahan (1250-1800 M), dan 3). Periode modern (1800 M-sekarang). Sementara menurut Munzir Hitami membagi periode sejarah pendidikan Islam menjadi empat bagian, yaitu 1) periode pembinaan, berlangsung dari masa Nabi Muhammad Saw hingga Bani Umayyah, 2) periode keemasan, satu masa yang pernah terjadi pada Dinasti Abbasiyah, 3) periode kemunduran, bagi para sejarawan menetapkan bahwa awal kejatuahan umat dimuali sejak jatuhnya Baghdad (1258 H) dan Cordova (1236 H) sebagai awal kemunduran Islam, sementara menurut Munzir bahwa awal kemunduran pendidikan Islam sesungguhnya baru terjadi sejak ummat Islam jatuh ke bawah dominasi dan cengkreman Eropa selama lebih lebih kurang dua abad (abad 16 dan 17 M); dan 4) periode kebangkitan dan pembaruan. Kedua pendapat di atas memiliki titik tekan yang berbeda, pendapat pertama lebih banyak menyoroti aspek sejarah dari kurun waktu, oleh karenanya periodisasi yang ditawarkan pun masih sangat general. Sementara pendapat kedua, di samping mengemukakan rentang waktu dari masing-masing periode yang ditawarkan, namun ada yang terlupakan bahwa bahwa masa keemasan pendidikan Islam tidak hanya terjadi pada masa dinasti Abbasiyah saja, namun pada periode awal dan pertengahan dinasti Umayyah pun pernah mengalami kemajuan dalam bidang pendidikan.
Terlepas dari perbedaan pendapat tersebut, bagi penulis sedikitnya ada 5 fase yang bisa menjadi acuan dalam memahami dan menjelaskan periodisasi pendidikan Islam. Pertama, masa pembinaan pendidikan Islam, kondisi pendidikan Islam yang terjadi pada masa awal kenabian Muhammad Saw, kedua, masa pertumbuhan dan perkembangan pendidikan Islam, yaitu kondisi pendidikan Islam yang terjadi pada masa Nabi Muhammad dan masa Khulafaaurrasyidin; ketiga, masa kejayaan pendidikan Islam, satu kondisi pendidikan Islam yang banyak menggunakan dua pola pemikiran berbeda. Dari pola pemikiran yang bersifat tradisional yang lebih banyak mendasarkan pada kekuatan wahyu (pola sufistik), hingga pola pemikiran rasional yang lebih banyak mementingkan akal pikiran dan empiris. Kedua pola inilah yang menjadi faktor lain timbulnya masa kejayaan Islam. Masa ini terjadi pada pemerintahan Bani Umayyah dan Abbasiyah; keempat, masa kemunduran pendidikan Islam, satu masa dimana kondisi ummat Islam saat itu lebih banyak bertumpu pada cara berfikir tradisional (sufistik) dan tidak lagi mau menggunakan pola berfikir rasional yang telah diambil oleh Barat. Kondisi ini terjadi kira-kira abad ke VIII dan abad ke XIII M, pasca kehancuran Bagdad dan Granada sebagai pusat-pusat pendidikan dan kebudayaan Islam ke tangan raja Hulagu dari Mongolia. Dan yang kelima, masa pembaharuan atau modernisasi pendidikan Islam. Sebuah totalitas kesadaran kolektif ummat Islam terhadap segala kekurangan dan problematika yang dihadapi pendidikan Islam untuk kemudian bisa diperbaiki dan diperbaharui sepadan dengan kemajuan atau minimalnya bisa mengikuti perkembangan yang dilakukan Barat saat itu.
Dengan demikian, tujuan Sejarah Pendidikan Islam adalah bagaimana rekaman masa lalu tentang pendidikan Islam yang pernah terjadi dan akan berlangsung dapat diketahui, diamalkan, diajarkan, dan dibandingkan oleh generasi selanjutnya, sehingga warisan masa lalu yang ditinggalkan bukan tanpa arti tapi dapat menjadi cermin bagi kegiatan pendididikan Islam di masa sekarang yang akan datang. Oleh karenanya, pembahasan sejaran pendidikan Islam lebih banyak berkutat pada perilaku pengamalan pendidikan Islam masa klasik (keemasan), kemunduran, dan pembaruan.
Bagan tersebut memperjelas kesimpulan bahwa Sejarah Pendidikan Islam lebih banyak mengungkap persoalan-persoalan pendidikan yang pernah terjadi, dialami pada tiga masa tersebut, oleh karenanya ruang lingkup pembahasan dari SPI pun hanya terbatas pada pengungkapan persoalan pendidikan Islam dalam masalah waktu, pelaku, tempat, nama kelembagaan, kurikulum, dan akhirnya membandingkan beberapa komponen pendidikan tersebut dari ketiga masa di atas. Hal inilah kemudian yang kemudian membedakan dengan istilah Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam. Satu kajian yang tidak hanya mengedepankan persoalan pengungkapan sejarah dari sisi waktu, periodisasi dari masa ke masa, tapi bagaimana pengungkapan sejarah pendidikan Islam mampu diurai, dianalaisis, dibandingkan secara komprehenship dengan tidak melupakan konsepsi dasar dari pendidikan Islam itu sendiri, yakni manusia (subjek maupun objek), kurikulum, metode, institusi, evaluasi dan lingkungan dalam pendidikan Islam.
Oleh krena itu, obyek sejarah pendidikan Islam mencakup fakta-fakta yang berhubungan dengan pertumbuhan dan perkembangan pendidikan Islam, baik informal, formal maupun non formal.
Sementara kegunaan sejarah pendidikan Islam adalah sebagai berikut: 1) sebagai media untuk menjadikan kejadian atau peristiwa masa lalu sebagai i’tibar, atau keteladanan bagi yang mempelajarinya, 2) memberikan perbendaharaan perkembangan ilmu pengetahuan (teori dan praktek, juga untuk menunmbuhkan perspektif baru dalam rangka mencari relevansi pendidikan Islam terhadap segala bentuk perubahan dan perkembangan ilmu dan teknologi. 3) menjadikan segala kejadian atau peristiwa yang positif sebagai model (design) dalam penyelenggaraan pendidikan di masa sekarang. []