Minggu, Februari 01, 2009

BLU or BHP: Sebuah Pilihan

Dalam UU No. 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (BLU) disebutkan bahwa yang disebut BLU, adalah instansi di lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas. Selanjutnya disebutkan juga bahwa pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, yang selanjutnya disebut PPK-BLU, adalah pola pengelolaan keuangan yang memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan praktek-praktek bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini, sebagai pengecualian dari ketentuan pengelolaan keuangan negara pada umumnya.
BLU bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa dengan memberikan fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan berdasarkan prinsip ekonomi dan produktivitas, dan penerapan praktek bisnis yang sehat.
Lahirnya UU No 23 Tahun 2005 tersebut sesungguhnya lebih diarahkan kepada bentuk pengelolaan keuangan PTN secara mandiri dengan prinsip-prinsip sebagaimana yang diatur dalam UU BLU, yakni kemandirian, akuntabilitas, serta memberikan kualitas layanan yang berkualitas (prima) bagi masyarakat.
Dengan mengubah sistem keungan menjadi BLU, PTN bisa mengelola keuangan sendiri, namun manajemennya tetap PTN. BLU sebagai alat untuk meningkatkan kinerja pelayanan publik melalui penerapan manajemen keuangan berbasis pada hasil. Badan ini bukanlah sarana untuk mengejar fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan, sehinga instansi dapat memberikan barang atau jasa pada masyarakat dengan kualitas dan layanan yang baik dengan harga terjangkau.
Oleh karenanya, keberadaan BLU di sebuah lembaga sebanarnya tidak sepenuhnya otonomi, karena dari segi penganggaran lembaga tersebut masih tetap diberi “dana operasional” walaupun porsi yang diberikan sangat minim. Tapi dari sisi pengelolaan keuangan lembaga tertentu –termasuk PTN—diberi otonomi penuh, mulai dari proses pencarian dana, penggunaan, sampai pada tahap evaluasi. Lalu perbedaan antara BLU dan BHP di mana?....
Sebenarnya BLU ini tidak terlalu berbeda dengan BHP. Perbedaan yang paling mencolok diantara keduanya adalah BLU tidak sepenuhnya dilepas oleh pemerintah, sedangkan BHP, PTN diberi keluasan sepenuhnya tanpa sedikit pun campur tangan pemerintah. Inilah yang menyebabkan banyaknya kecaman terhadap BHP. Kemandirian PTN hanyalah dalih dari pemerintah saja, tetapi pengukuhan PTN sebagai BHP adalah suatu bentuk pelepasan tanggung jawab pemerintah yang tidak kuasa memberikan dana. Dalam BLU, PTN masih mendapatkan subsidi pemerintah melalui dana APBN dan APBD.
Dalam kata pengantar RUU badan Hukum Pendidikan dijelaskan bahwa BHP adalah badan hukum bagi penyelenggaraan dan/atau satuan pendidikan formal, yang berfungsi memberikan pelayanan pendidikan kepada peserta didik, berprinsip nirlaba, dan dapat mengelola dana secara mandiri untuk memajukan satuan pendidikan. Nirlaba di sini adalah kegiatan yang tujuan utamanya bukan mencari sisa lebih. Apabila timbul sisa lebih hasil usaha dari kegiatan BHP, maka seluruh sisa lebih hasil kegiatan tersebut harus ditanamkan kembali ke dalam BHP untuk meningkatkan kapasitas dan layanan pendidikan. Tujuannya adalah untuk menjadikan PTN sebagai instansi pemerintah yang mandiri. Dengan tujuan itu, PTN diharapkan bisa mengembangkan mutu, kreatifitas, dan layanan pendidikan.
Wacana tentang perubahan sistem pengelolaan uang PTN menjadi BHP ini sempat mendapat reaksi yang cukup keras dari masyarakat. Ada yang mempersoalkan bentuk dan fungsi kelembagaan, independensi, prinsip-prinsip usaha, ekses komersialisasi, dan sebagainya. Kecaman keras masyarakat itu tak lepas dari isu terlibatnya Bank Dunia dalam proses BHP ini. Seperti yang dilontarkan pakar pendidikan, H.A.R. Tilaar misalnya. Ia menilai bahwa BHP tidak lebih dari bagian dari representasi neo liberalisme dalam dunia pendidikan. Bank dunia dan International Monetary Fund dituding berada d balik rencana ini.
Dengan adanya pendapat itu, tak heran jika masyarakat berpendapat bahwa BHP adalah suatu bentuk komersialisme pendidikan. PTN diibaratkan sebuah perusahan yang mencari untung dalam bisnis. Jika perusahaan mengalami kerugian, maka kerugian itu akan dilimpahkan pada karyawan dan mahasiswa yang menjadi subjek perguruan tinggi. Jika hal itu yang terjadi, maka tidak menutup kemungkinan biaya pendidikan akan melonjak. Selain itu, masyarakat juga mengkhawatirkan adanya penyimpangan 20 persen dana negara yang mulanya digunakan subsidi untuk pendidikan. Oleh karena itu, banyak dari kalangan masyarakat mengecam BHP pada PTN.BLU dianggap sebagai suatu pengganti dari BHP yang lebih baik. Padahal keduanya tidak lain adalah satu kesatuan yang hampir sama. BLU adalah transsisi dari BHP, tetapi BLU lebih memiliki nama yang halus ketimbang BHP.
Lahirnya kedua UU tersebut mestinya harus disikapi secara positif, karena pada dasarnya keduanya bertujuan untuk meningkatkan sebuah pelayanan kepada masyarakat dengan prinsip-prinsip kemandirian, transparan, akuntabilitas dan yang terpenting ingin mensejahterakan masyarakat.[]