Selasa, Mei 20, 2008

Menciptakan Kemauan dalam Pendidikan

Momentum kebangkitan Nasional yang diperingati setiap tanggal 20 Mei hendaknya menjadi pemicu bangsa Indonesia untuk lebih maju. Momentum tersebut tidak saja hanya dijadikan sebagai kegiatan sederetan ceremonial, tapi bagaimana momentum besar tersebut dapat berimplikasi positif bagi perkembangan kreatifitas masyarakat, membangkitkan gairah kerja yang lebih baik, meningkatkan kemampuan daya saing dalam segala bidang, dan mampu menciptakan sumber daya manusia Indonesia yang siap berkompetisi di dunia internasional.
Peter Druker meramalkan bahwa masyarakat moderen mendatang adalah masyarakat knowledge society, dan siapa yang akan menempati posisi penting adalah educated person. Suatu masyarakat yang setiap anggotanya adalah manusia yang bebas dari ketakutan, bebas berekspresi, bebas untuk menentukan arah kehidupannya di dalam wadah persatuan dan kesatuan nasional. (H.A.R Tilaar, 1999, 16) Sehingga nilai-nilai demokrasi dan kebebasan sudah sepenuhnya tertanam kuat dalam tradisi masyarakat luas.
Berbagai kemampuan tersebut tentu saja harus dilakukan melalui pendidikan, sebuah proses pembelajaran yang bertujuan melakukan perubahan sikap yang lebih baik pada peserta didik sebagaimana yang dituangkan dalam setiap tujuan pendidikan. Untuk menghadirkan pendidikan yang berkualitas tentu harus dimulai dengan "kemauan" yang keras dari para pelaku pendidikan. Kemauan dalam bahasa agama sering disebut dengan "niat" (qosdu al-fi'li muqtaronan bifi'lihi), yaitu berkeinginan dengan disertai implementasi perbuatan. Kemauan inilah yang sampai sekarang masih belum terlihat maksimal. Para pendidik dengan honor yang pas-pasan terkadang mengajar dengan tidak dilandasi sebuah kemauan yang keras, sehingga out put yang dihasilkan pun tidak maksimal. Bahkan menjadi sebuah ironi ketika mengajar hanya dijadikan sebagai pekerjaan sampingan. Kurangnya kemauan juga dapat dilihat dari para orang tua siswa, di antara mereka banyak yang beranggapan bahwa pendidikan bukan menjadi tanggung jawab mereka, tapi tanggung jawab guru dan sekolah. Kondisi ini tentu saja akan berimplikasi pada minimnya pengawasan orang tua terhadap perkembangan belajar anak. Sekarang ini, sudah seharusnya ada kerjasama yang efektif antara pihak sekolah, guru, dan orang tua dalam memantau perkembangan belajar anak.
Semoga dengan momentum Kebangkitan Nasional yang diperingati setiap tahun ini menjadi sumber inspirasi tumbuhnya rasa kemauan yang keras dari semua pihak dalam rangka menciptkan tradisi pendidikan yang berkualitas. []